Senin, 10 Oktober 2011

MAKALAH ETIKA BUMI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kerusakan lingkungan akibat dari eksploitasi lingkungan dan pencemaran sehingga membahayakan keberadaan umat manusia telah menyadarkan kita tentang perlunya pelestarian lingkungan. Manusia merupaka bagian dari kesatuan lingkungannya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memanfaatkan sumber daya alam dari lingkungannya. Namun haruslah disadari bahwa makhluk hidup lainny juga memerlukan sumber daya alam hak untuk hidup. Karena itu, lingkungan hidup harus dilestarikan. Untuk melestarikan lingkungan diperlukan adanya kesadaran, kemauan dan tanggung jawab. Maka yang perlu diubah adalah pandangan umat manusia, dari penguasa lingkungan menjadi pembina lingkungan. Perubahan pandangan akan menumbuhkan etika lingkungan.
Etika Lingkungan Hidup hadir sebagai respon atas etika moral yang selama ini berlaku, yang dirasa lebih mementingkan hubungan antar manusia dan mengabaikan hubungan antara manusia dan mahluk hidup bukan manusia. Mahluk bukan manusia, kendati bukan pelaku moral (moral agents) melainkan dipandang sebagai subyek moral (moral subjects), sehingga pantas menjadi perhatian moral manusia. ‘Kesalahan terbesar semua etika sejauh ini adalah etika-etika tersebut hanya berbicara mengenai hubungan antara manusia dengan manusia’ Albert Schweitzer. Dalam perkembangan selanjutnya, etika lingkungan hidup menuntut adnya perluasan cara pandang dan perilaku moral manusia. Yaitu dengan memasukkan lingkungan atau alam semesta sebagai bagian dari komunitas moral.



1.2  Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk memahami tentang etika
2.      Untuk memahami tentang peranan etika
3.      Untuk memahami tentang etika bumi
4.      Untuk memahami tentag dampak-dampak kerusakan lingkungan
5.      Unutk memahami tentang jaran-ajaran agama yang mengatur tentang etika bumi

1.3  Manfaat
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah :
1.      Memahami perlunya etika pada diri manusia
2.      Memahami hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan lingkungan
3.      Sebagai bahan renungan agar semua pihak mau ikut menjaga kelestarian lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Etika
            Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai¬-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika  sebagai berikut:
1.         Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertin¬dak secara etis.
2.         Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika normatif merupakan norma-norma yang da¬pat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan meng¬hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
           Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
           Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehi¬dupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
           Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.
Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu:
1.         Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2.         Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan umum.
3.         Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.
4.  Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci. Misalnya nilai-nilai pribadi. Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu:
a.         Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia.
b.         Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan manusia.
c.         Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d.         Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat yaitu etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.
2.2       Peranan Etika
            Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilksanakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).
Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
1.         Dengan etika seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia
2.         Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya.
3.         Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
4.         Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya.
5.         Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
2.3       Etika Bumi
2.3.1    Bumi sebagai Tempat Bermukim
Bermukim dapat diartikan menjalani hidup dan kehidupan menetap di suatu tempat selama waktu panjang. Ketermukiman (habitability) suatu tempat ditentukan oleh :
1.         kecukupan ketersediaan kebutuhan dasar untuk hidup, yaitu udara bebas pencemaran, air bebas pencemaran, dan pangan
2.         kecukupan ketersediaan kebutuhan pokok untuk hidup, yaitu sandang, perumahan sehat, dan sumber energi
3.         kecukupan ketersediaan sarana peningkatan mutu kehidupan, yaitu pendidikan, kesehatan, infonnasi, dan peribadatan
4.         kecukupan ketersediaan prasarana pengembangan kehidupan, yaitu perhubungan, pengangkutan, dan perniagaan
5.         jaminan keselarasan kehidupan, seperti peluang bekerja dan berusaha memperoleh nafkah, keamanan, ketenangan, penghormatan hak asasi manusia, dan pelayanan hukum yang adil dan merata.
Mengingat faktor-faktor penentu ketermukiman suatu tempat, bermukim adalah gabungan masalah bumi dan masalah dunia. Faktor-faktor terpenting dalam konteks bumi ialah kecukupan ketersediaan kebutuhan dasar dan pokok untuk hidup. Udara berkenaan dengan atmosfer, air berkenaan dengan hidrosfer, dan pangan, sandang, perumahan dan energi berkenaan dengan litosfer, pedosfer dan biosfer.
Masalah kecukupan adalah perkara kepadatan penduduk dan pola persebarannya, serta gaya hidup penduduk. Pola persebaran penduduk yang menyebabkan kepadatan penduduk tidak merata, menjadi faktor penting dalam konteks dunia. Potensi pemenuhan kebutuhan menjadi terkotak-kotak, dibatasi oleh pagar politik. Kelebihan bekalan bahan kebutuhan yang ada di bagian dunia yang satu tidak dengan sendirinya dapat disalurkan untuk mengisi kekurangan bekalan yang ada di bagian dunia yang lain, bahkan kelebihan tersebut yang dimiliki oleh suatu negara atau sekelompok negara, sering mereka gunakan sebagai senjata politik untuk mempengaruhi atau menguasai negara atau sekelompok negara lain yang berkekurangan. Kelebihan pangan dan energi menjadi senjata-senjata politik paling hebat dewasa ini.
Di satu negara pun pemenuhan berbagai kebutuhan penduduk dapat tidak merata. Terjadilah kantong-kantong kemiskinan yang di Indonesia pada waktu ini dikenal secara populer dengan sebutan "desa tertinggal" atau dengan istilah yang merendahkan sesama bangsa "kawasan timur Indonesia". Faktor yang menimbulkan ketimpangan tersebut di Indonesia adalah kebijakan pembangunan yang dianut dalam menyusun Repelita.
Ketermukiman adalah harkat suatu kawasan menurut imbangan antara permintaan penduduk akan berbagai kebutuhan manusia dan apa yang dapat ditawarkan oleh bumi akan berbagai kebutuhan tersebut. Dalam situasi tanpa pagar-pagar politik, dapat berlangsung saling kompensasi antar kawasan pemukiman. Suatu kawasan yang berharkat ketermukiman tinggi memberikan subsidi kepada, kawasan yang berharkat ketermukiman rendah.
Maslahat inti penduniaan ekonomi melalui berbagai organisasi perdagangan dunia dan regional, seperti APEC, tidak lain daripada meningkatkan harkat ketermukiman kawasan yang sudah dihuni dan memperluas kawasan yang dapat dimukimi. Dalam jangka panjang hal ini dapat membantu meratakan persebaran penduduk dan meringankan kehidupan di kawasan penduduk padat. Upaya meningkatkan atau memperluas ketermukiman kawasan dengan sistem kompensasi menganut asas subsidi silang.
Ketermukiman kawasan dapat ditingkatkan atau diperluas pula dengan menempkan teknologi meningkatkan kemampuan tawar bumi di kawasan bersangkutan. Upaya seperti ini menganut asas swasembada. Kebaikan asas ini ialah menciptakan kemandirian. Akan tetapi dengan asas ini penggunaan sumberdaya dapat menjadi tidak efisien, bahkan dapat mengarah ke eksploitasi sumberdaya lewat batas sehinggat bersifat tidak terlanjutkan. Dengan asas subsidi silang dapat berlangsung spesialisasi penggunaan sumberdaya sesuai dengan harkat kelayakannya. Ini berarti sumberdaya digunakan secara efisien dan berkelanjutan. Akan tetapi dengan asas subsidi silang kemandirian berkurang, keadaan ketermukiman kawasan menjadi rentan pengaruh faktor-faktor luar.
Pilihan arif menciptakan ketermukiman kawasan merupakan kompromi antara asas subsidi silang dan asas swasembada. Dengan demikian perlakuan atas sumberdaya untuk produksi dan konservasi dapat berlangsung seiring.
2.3.2    Etika Lingkungan
2.3.2.1 Pengertian Lingkungan Hidup
            Lingkungan hidup adalah keseluruhan keadaan luar yang mempengaruhi kehidupan makhluk, atau yang berperan dalam hidup dan kehidupan makhluk. Keadaan luar terbagi tiga menurut perannya, yaitu: (1) keadaan yang diperlukan secara mutlak, (2) keadaan yang menguntungkan, dan (3) keadaan yang membahayakan. Ketersediaan udara segar dan ketersediaan air bersih dan pangan dalam jumlah mencukupi adalah keadaan yang mutlak diperlukan. Keadaan yang menguntungkan mencakup ketersediaan tanah produktif dalam luasan cukup dan keamanan dari bencana alam. Pencemaran mendatangkan keadaan yang membahayakan. Harkat lingkungan hidup (1) ditentukan oleh imbangan antara ketiga peran keadaan luar, (2) bergantung pada kebutuha dan keinginan penghuni berkenaan dengan maksud dan tujuan penghuniannya, dan (3) bersifat nisbi karena bermatra tempat dan waktu. Imbangan antara ketiga gatra lingkungan hidup sampai suatu tingkat tertentu dapat diperbaiki atau dibenahi dengan teknologi dan/atau dengan pelonggaran batas-batas politik. Akan tetapi teknologi yang berada di tangan orang atau masyarakat yang tidak bertanggungjawab akan memperburuk imbangan tersebut. Harkat lingkungan hidup menentukan ketermukiman bumi.
Teknologi dapat menjaga kesegaran udara dan kebersihan air, serta menjaga atau meningkatkan produktivitas tanah. Pelonggaran batas-batas politik memperbesar peluang suatu negara ikut mengenyam maslahat produktivitas tanah yang dipunyai negara lain dengan jalan mendatangkan pangan dari negara tersebut. Teknologi yang diterapkan semata-mata untuk mengejar keuntungan ekonomi jangka pendek akan memperbesar resiko bencana alam, pencemaran lingkungan, dan perluasan kemiskinan mutlak atau nisbi. Dengan kata lain, penempan teknologi secara itu akan menurunkan harkat ketermukaan bumi.
Dari segi kuantitas, udara merupakan sumberdaya tak terbatas. Berkenaan dengan lingkungan hidup, yang perlu dijaga ialah kualitas (kesegaran) udara, yang berarti menanggulangi pencemarannya.
Air tawar merupakan sumberdaya terbatas, padahal air tawar diperlukan mutlak untuk mendukung keterlanjutan kehidupan di bumi dan juga sangat penting bagi semua sektor sosio-ekonomi. Dari seluruh jumlah air yang ada di bumi sebanyak 1360 juta km3 hanya 0.3251 %v yang bersifat tawar berupa air sungai, air danau, air tanah, air bumi sampai jeluk 800 m, dan air atmosfer. 97,2 %v berupa air laut dan 2,15 %v berada dalam bentuk selubung es dan gletser.


2.3.2.2 Keadaan Bumi Saat Ini
            Pemanasan global atau global warning menjadi isu dunia dan tidak terkecuali Indonesia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan fosil, seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Gas rumah kaca juga timbul karena penggunaan peralatan elektronik, penggundulan hutan, kebakaran hutan, yang mengurangi penyerapan karbondioksida ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak menampung gas-gas rumah kaca ini, karena karbon dioksida yang dilepas lebih banyak dari yang diserap, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.Akibatnya rata-rata temperatur bumi meningkat. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,60c sejak 1861. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1,4-5,60c pada 2100. Akibatnya akan terjadi perubahan iklim secara dramatik. Pola curah hujan berubah dan meningkat. Tetapi air akan lebih cepat menguap dari tanah. Badai akan menjadi lebih sering terjadi. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan laut juga akan menghangat, sehingga menaikan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es dikutub, sehingga memperbanyak volume air di laut. Tinggi permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm selama abad ke-20, dan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm pada abad 21.Di Indonesia, kenaikan permukaan air laut berpotensi menenggelamkan 50 meter daratan dari garis pantai kepulauan Indonesia, yang panjangnya 81.000 km. diperkirakan lebih dari 405.000 hektar daratan Indonesia akan tenggelam, ribuan pulau kecil akan lenyap dari peta Indonesia, abrasi pantai dan intrusi lautpun makin mengancam penduduk bumi. Air bersih bakal kian langka karena intrusi air laut yang mencemari tanah. Penduduk Jakarta dan kota-kota pesisir akan kekurangan air bersih. Di pantai ribuan dan mungkin jutaan tambak juga akan lenyap. Menurut IPCC dalam laporan awal April 2007, menyebutkan kenaikan rata-rata suhu tahunan di Indonesia antara 1970 dan 2004 mencapai 0,1-10c. Kondisi itu akan menurunkan produksi pangan, meningkatkan kerusakan pesisir, dan menyebabkan berbagai jenis fauna yang tidak mampu beradaptasi dengan temperatur panas akan musnah.Begitu parahnya kondisi yang bakal terjadi dalam pemanasan global, dan hanya dapat diperlambat dan kemudian dicegah, apabila tidak ada peningkatan emisi karbon karena keluasan hutan di bumi memiliki daya serap yang tinggi, dan berkurangnya pelepasan karbondioksida akibat pembakaran bahan bakar fosil. Khususnya di Indonesia keluasan hutan jauh berkurang karena penebangan dan kerusakan hutan. Itupun rupanya masih belum cukup, karena Departemen Kehutanan justru akan melelang lagi kawasan hutan Indonesia seluas 1.063.418 hektar, ini berarti seluas 2 kali pulau Bali. Pelelangan tersebut di 16 lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) di seluruh Indonesia, termasuk Papua : 2 lokasi, Kalimantan Barat : 2 lokasi, Kalimantan Timur : 6 lokasi, Kalimantan Tengah : 3 lokasi, Sulawesi Tengah : 1 lokasi, Maluku Tengah : 1 lokasi, Jambi- Sumatera Selatan : 1 lokasi. Selain melelang izin HPH, Departemen Kehutanan juga akan melelang 9 kawasan HTI meliputi 2 lokasi di Riau. Satu di Jambi, 1 di Kalimantan Timur dan 5 di Sumatera Selatan. Tentu saja kebijakan ini akan semakin mengurangi keluasan jumlah hutan di Indonesia. Apakah dengan demikian kita tidak  sedang mempercepat terjadinya pemanasan global karena keluasan hutan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang.Yang lebih membingungkan lagi bahwa Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani 58 perjanjian kerja sama senilai US $ 12,4  milyar untuk pengembangan bio-fuel. Pengembangan bio-fuel ini terkait dengan 1 juta hektar pencadangan kawasan untuk perkebunan di Papua dan Kalimantan. Sejauh ini belum ada kepastian bahwa rencana itu tidak akan memanfaatkan lahan hutan alam, sebagai salah satu sasaran, ekspansi perkebunan kelapa sawit dsb, yang pada akhirnya akan semakin memperparah keadaan kondisi hutan di Indonesia. Biofuel memang bahan bakar yang ramah lingkungan karena emisi karbonnya sangat rendah, sehingga negara Uni Eropa sangat tertarik untuk meningkatkan kebutuhan biofuel. Namun dari perspektif lain karena bahan tersebut adalah minyak sawit, maka potensi perkebunan sawit akan semakin luas menghancurkan hutan alam di Indonesia. Itu berarti keuntungan bagi negara-negara Eropa karena menyelesaikan salah satu permasalahan lingkungannya, tetapi dilain pihak menghancurkan hutan di Indonesia. Barangkali permasalahan ini juga diketahui dan dimengerti oleh Pemerintah Indonesia, karena pemerintah bukan tidak memiliki ahli di bidang ini, hanya saja kepentingan lain lebih menarik sehingga perjanjian kerjasama ini ditandatangani.
            Perusahaan-perusahaan besar harus memiliki tanggung jawab, sosial terhadap lingkungannya atau biasa disebut dengan kebijakan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR adalah sebuah upaya yang dibiayai oleh perusahaan dalam rangka memperhatikan lingkungan dan menjaga lingkungan secara konsisten dan terus menerus, sehingga manfaatnya dirasakan oleh lingkungan sekitar. Sebagai contoh unilever di Indonesia telah memiliki CSR berjangkan panjang dengan pencapaian tujuan yang terarah dan terukur. Sehingga perubahan yang terjadi didalam masyarakat atau lingkungan dimana CSR ini dijalankan tampak nyata hasilnya. Kegiatan CSR yang dilakukan oleh unilever antara lain program Green and Clean disepanjang tepian sungai Brantas dan juga mengembangkan pengelolaan sampah menjadi kompos yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Pembangunan manusia tidak mungkin tanpa memanfaatkan sumber-sumber air. Datam konteks pembangunan sosio-ekonomi, sumberdaya air perlu dibangun menuruti watak multisektoralnya, sedang dalam pemanfaatannya perlu diarahkan memenuhi kepentingan ganda untuk pertanian, industri, pembangunan perkotaan, tenaga air, perikanan darat, pengangkutan, rekreasi, dan kegiatan-kegiatan lain. Berkenaan dengan pemeliharaan lingkungan hidup, pengelolaan sumberdaya air harus mencakup rasionalisasi pemanfaatan air, penghematan penggunaan air, konservasi air, dan pencegahan pencemaran air. Akan tetapi air juga merupakan wahana penyakit, sehingga menimbulkan persoalan kesehatan besar di banyak negara sedang berkembang. Diperkirakan 80% dari semua penyakit dan lebih daripada sepertiga kematian di negara-negara sedang berkembang disebabkan karena air membawa jasad patogen atau vektor penyakit. Maka sanitasi air menjadi sangat perlu berkenaan dengan ketermukiman wilayah.
Kelaparan dan malagizi (malnutrition) adalah endemik di negara-negara sedang berkembang. Pada tahun 2025 kira-kira 84% jumlah penduduk dunia, yang diperkirakan sebanyak 8,5 milyar, akan bertempat tinggal di negara-negara sedang berkembang. Tantangan utama pertanian di negara-negara tersebut ialah meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan untuk memberi makan penduduk yang jumlahnya terus memekar. Peningkatan ini harus diusahakan terutama lewat intensifikasi karena di banyak negara sedang berkembang kemungkinan pengembangan lahan bare sudah sangat terbatas. Apabila kelaparan akan dibasmi benar, intensifikasi pengusahaan lahan pertanian harus bersifat terlanjutkan, baik secara ekologi maupun secara sosio-ekonomi. Upaya ini menghadapi kendala berat berupa degradasi tanah. 46% luas tanah dunia pada waktu ini telah mengalami degradasi sedang, 15% mengalami degradasi berat, dan 1% mengalami degradasi luar biasa berat. Proses yang terutama mendegradasi tanah ialah erosi air, yang disebabkan karena penggembalaan ternak lwat batas (overgrazing), penggundulan hutan, dan kegiatan pertanian (Keating, 1996).
Kendala lain yang menghadang upaya peningkatan produktivitas pertanian ialah harna dan penyakit. Ditaksir antara 25% dan 50% kehilangan pra- dan pasca-panen disebabkan karena serangan hams dan penyakit tumbuhan. Penyakit hewan jugs menimbulkan kerugian besar, bahkan di banyak wilayah sampai menutup upaya pengembangan peternakan. Sumberdaya energi merupakan komponen penting lingkungan hidup. Dalam masyarakat maju, energi terutama dibangkitkan dari sumberdaya fosil takterbarukan, yaitu minyak dan gas bumi serta batubara, dan dari tenaga kinetik air. Meskipun tenaga air bersifat terbarukan, akan tetapi ketersediaannya terbatas. Di wilayah pedesaan kebanyakan negara sedang berkembang, sumber utama energi ialah biomassa berupa kayu bakar, sisa permintaan, dan kotoran ternak, bersama dengan energi hayati berupa tenaga hewan dan manusia.
Penggunaan dan permintaan akan energi berpangkal minyak (oil based) berkembang dengan laju yang belum pernah terjadi, sejalan dengan pembangunan ekonomi yang sangat meluas, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. Pembangunan yang sedang berlangsung di kawasan ini, yang disanjung sebagai 'mukjizat ekonomi' menuntut biaya lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya yang sangat tinggi. Persoalan-persoalan berat akan muncul berupa: (1) peningkatan emisi gas-gas rumahkaca, (2) hujan masam, (3) pencemaran dan kerusakan mintakat pantai dan lepas pantai, (4) perobohan lingkungan berkenaan dengan pembangunan prasarana, (5) pencemaran air permukaan dan air bumi, dan (6) peningkatan pencemaran dan risiko kesehatan perkotaan.
Untuk menjaga ketermukiman bumi, kebijakan dan teknologi energi perlu difikirkan ulang. Suatu sistem energi baru perlu dikembangkan berupa campuran antara sumber energi fosil dan sumber energi alternatif yang terbarukan dan bersih. Sumber energi terbesar ialah matahari yang dapat dimanfaatkan lewat proses fotosintesis menjadi energi biomassa dengan membudidayakan pertanaman energi, dan lewat proses pengubahan non menjadi elektron untuk menghasilkan energi listrik. Sumber energi alternatif lain yang juga potensial ialah angin.
Penanganan limah dan bahan kimia berbahaya harus masuk dalam agenda pembangunan. Jumlah sampan dan buangan selokan (sewage) dari kota yang cepat meningkat merupakan ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Setiap tahun sebanyak 5,2 juta orang, termasuk 4 juta anak-anak, meninggal karena penyakit yang disebabkan oleh penyingkiran buangan selokan dan limbah padat yang tidak benar. Di negara-negara sedang berkembang, kurang daripada 10% limbah kota yang ditangani dan dari jumlah itu hanya sebagian kecil saja yang ditangani menurut persyaratan baku. Pada akhir abad XX diperkirakan lebih daripada dua milyar penduduk tidak mendapatkan sanitasi dasar, dan kira - kira setengah penduduk kota di negara-negara sedang berkembang tidak memiliki pembuangan limbah yang memadai. Limbah kota mencemari udara, lahan, dan air secara luas.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:
    25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
    25% diserap awan
    45% diserap permukaan bumi
    5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi

Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat.

2.3.2.3 Upaya-upaya Menjaga Kelestarian Bumi
            Rusaknya lingkungan jelas akibat ulah manusia itu sendiri. Tidak jarang kita menyaksikan begitu serakahnya manusia mengeksploitasi hutan melampaui batas-batas kewajaran, sehingga ekosistem yang tadinya begitu baik menjadi rusak, akibatnya hutan tidak lagi bisa menyerap air hujan yang banyak, maka pada gilirannya terjadilah banjir yang besar.
Melihat dari semua itu, maka kata kunci dari pemeliharaan lingkungan ini terletak pada manusia itu sendiri, kalau manusia menyadari akan bahaya dari rusaknya lingkungan, tentu mereka tidak akan membabat hutan dengan penuh keserakahan. Lingkungan harus dijaga dan dilestarikan demi keamanan manusia itu sendiri dari keganasan alam dan bencana.
Oleh karena itu semua jajaran, baik pemerintahan, maupun LSM dan masyarakat harus menyadari betapa pentingnya memelihara lingkungan ini. Sehubungan dengan itu mari kita menjaga kelestarian lingkungan, serta rehabilitasi hutan sebagai salah satu upaya guna mencegah bahaya bencana alam.
Kita bisa membayangkan, seandainya dalam suatu daerah terjadi hujan yang cukup deras, sementara lingkungan mengalami kerusakan, maka secara otomatis banjir akan terjadi yang dampaknya jelas bisa merusak perumahan penduduk, termasuk juga lahan pertanian, tambak ikan, fasilitas umum dan lain sebagainya. Aktivitas mnasyarakat pun menjadi terganggu, berkomunikasi dan transportasi menjadi sulit, bakan tidak menutup kemungkinan wilayah tersebut menjadi terisolasi yang dampak lebih jauh lagi sangat merugikan manusia yang ada di daerah itu.
            Berikut dijabarkan beberapa upaya untuk menjaga kelestarian bumi, seperti berikut :
  1. Introspeksi Diri
Hal ini nisa dilakukan dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah swt. Kerusakan lingkungan banyak disebabkan karena ulah manusia yang tak bertanggung jawab, memikirkan diri sendiri.
  1. Gaya Hidup Berlebihan
Fakta menunjukkan bahwa kondisi genting dari bumi kita sekarang ini lebih disebabkan oleh konsumsi berlebihan, bukan oleh 80% penduduk miskin di 2/3 belahan bumi, tetapi oleh 20% penduduk kaya yang mengkonsumsi 86% dari seluruh sumber alam dunia. Keutuhan lingkungan yang nyata hanya akan dicapai dengan upaya terpadu dari semua pihak. Krisis lingkungan pada dasarnya adalah krisis nilai. Kita membutuhkan suatu model sikap untuk melihat dunia secara berbeda. Lepas dari perubahan-perubahan yang ada kita dapat mulai dari gaya hidup kita sebagai landasan, hal ini penting karena kita bekerja demi mengubah kebijaksanaan pada level nasional bahkan internasional.
Pada kesempatan ini, sah-sah saja kalau kita berpikir secara global tapi kemudian bertindak secara lokal! Bukan sebaliknya bertindak secara global namun berpikiran lokal!  Secara pribadi dan dalam komunitas masyarakat kita dapat mempraktekkan hal-hal berikut: mendaur ulang segala yang dapat didaur ulang: plastik, kupasan buah segar dan sayur mayur, kertas dan kardus, gelas dan kaleng. Belajar dan mulailah dengan membuat kompos menjadi pupuk alam untuk tanah. Mendorong industri kerajinan untuk menjalankan tanggungjawab bagi daur ulang bahan-bahan sisa dan alat-alat elektronik. Hemat dalam menggunakan air, mengurangi pembakaran barang-barang yang tidak dapat didaur ulang, mengurangi emisi CFC dan emisi pengganti CFC dengan tidak menggunakan aerosol dan menggunakan energi efisien, mengurangi penggunakan listrik dengan menggunakan lampu hemat energi.
Mengingatkan pemerintah setempat akan komitmen mereka untuk mendaur ulang dan mengurangi pemborosan serta mempertahankan hukum daur ulang dan pemborosan agar tetap relevan. Mengingatkan otoritas setempat untuk memelihara listrik dan menggunakannya dalam sistem yang efisien. Mengingatkan serta mendukung pemerintah akan komitmen mereka pada deklarasi dan protokol-protokol demi lingkungan hidup.
  1. Penghijauan
Penghijauan adalah salah satu kegiatan penting yang harus dilaksanakan secara konseptual dalam menangani krisis Iingkungan. Begitu pentingnya sehingga penghijauan sudah merupakan program nasional yang dilaksanakan di seturuh Indonesia. Termasuk Kediri dan sekitarnya Penghijauan dalam arti luas adalah segala daya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Ada pula yang mengatakan bahwa penghijauan kota adalah suatu usaha untuk menghijaukan kota dengan melaksanakan pengelolaan Taman-taman kota, taman-taman Iingkungan, jalur hijau dan sebagainya. Dalam hal mi penghijauan perkotaan merupakan kegiatan pengisian ruang terbuka di perkotaan. Pada proses fotosintesa tumbuhan hijau mengambil CO2 dan mengeluarkan C6H1206 serta peranan O2 yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. Oleh karena itu, peranan tumbuhan hijau sangat diperlukan untuk menjaring CO2 dan melepas O2 kembali ke udara. Di samping itu berbagai proses metabolisme tumbuhan hijau dapat memberikan berbagai fungsi untuk kebutuhan makhluk hidup yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Begitu peritingnya peranan tumbuhan di bumi ini dalarn menangani krisis lingkungan terutama di perkotaan, sangat tepat jika keberadaan tumbuhan mendapat perhatian serius dalam pelaksanaan penghijauan perkotaan sebagai unsur hutan kota.
Penghijauan berperan dan berfungsi (1) Sebagai paru-paru kota. Tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan; (2) Sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan hawa lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman dan segar; (3) Pencipta lingkungan hidup (ekologis); (4) Penyeimbangan alam (adaphis) merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya; (5) Perlindungan (protektif), terbadap kondisi fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu); (6) Keindahan (estetika); (7) Kesehatan (hygiene); (8) Rekreasi dan pendidikan (edukatif; (9) Sosial politik ekonomi. Ciptakan hutan kota Fungsi dan manfaat hutan antara lain untuk memberikan hasil, pencagaran flora dan fauna, pengendalian air tanah dan erosi, ameliorasi iklim. Jika hut:an tersebut berada di dalam kota fungsi dan manfaat hutan antara lain menciptakan ikIim mikro, engineering, arsitektural, estetika, modifikasi suhu, peresapan air hujan, perlindungan angin dan udara, pengendalian polusi udara, pengelolaan limbah dan memperkecil pantulan sinar matahari, pengendalian erosi tanah, mengurangi aliran permukaan, mengikat tanah. Konstruksi vegetasi dapat mengatur keseimbangan air dengan cara intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi. Dengan demikian penghijauan perkotaan sebagai unsur hutan kota perlu ditingkatkan secara konseptual meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan dengan mempertimbangkan aspek estetika, pelestarian lingkungan dan fungsional. Pelaksanaan harus sesuai dengan perencanaan begitu pula pemeliharaan harus dilakukan secara terus-menerus. Teknik penanaman
Faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan yaitu dalam teknik penanaman pohon adalah Pemilihan bibit tanaman. Bibit generatif adalah berasal dan biji, merupakan bibit yang lebih tepat karena mempunyai akar tunggang dan dapat hidup lebih lama.dibanding bibit vegetatif atau bibit yang berasal dari bagian-baqian vegetatif tanaman, seperti batang, daun dan akar. Bibit vegetatif umumnya kurang kokoh dan perakarannya dangkal sehingga cepat merusak trotoar, jalan atau saluran drainase. Tehnik Penanaman: Lubang tanam perlu dipersiapkan sedikitnya satu minggu sebelum penanaman dilakukan. Ukuran lubang tanam sangat bergantung pada besamya tanaman. Ukuran standar lubang tanam adalah 0.75 m (tinggi) x 0.90 m (lebar) x 0.90 m (panjang); (3) Perawatan pascatanam. Mempertahankan posisi tumbuh agar tetap tegak dan stabil. Menyiram tanaman 2-3 hari sekali terutama di musim kemarau sambil membuang ranting-ranting yang kering. Memupuk tanaman 3 bulan sekali dengan pupuk NPK 25 gram per lubang.
2.4       Piagam Bumi
            Piagam Bumi adalah people’s declaration  (deklarasi rakyat) dalam hal interdependensi global dan tanggung-jawab universal yang meneguhkan prinsip-prinsip mendasar bagi perwujudan dunia yang adil, berkelanjutan dan damai.  Piagam Bumi berusaha mengidentifikasi tantangan-tantangan dan pilihan-pilihan yang dihadapi kemanusiaan pada abad ke-21.  Prinsip-prinsipnya dirancang sebagai “standar umum untuk panduan dan penilaian akan tingkah-laku individu, organisasi, bisnis, pemerintahan, dan institusi trans-nasional (Earth Charter Preamble).  Piagam Bumi adalah produk hasil dialog panjang satu dekade pada tahun 1990an, dialog tingkat dunia dengan silang kebudayaan,  yang berisi tentang tujuan-tujuan dan nilai-nilai bersama.  Proses ini merupakan proses konsultasi yang paling terbuka dan partisipatif yang pernah terjadi sehubungan dengan perancangan sebuah dokumen internasional, dan menjadi sumber utama legitimasi Piagam Bumi yang berfungsi sebagai panduan etika.
A. Asal Usul Piagam Bumi
Diantara banyak rekomendasi yang termaktub di dalam Our Common Future (1987)— laporan dari the World Commission on Environment and Development (WCED)—salah satunya adalah rekomendasi untuk mewujudkan “Deklarasi Universal tentang Pelestarian Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan”  dalam bentuk “piagam baru” dengan prinsip-prinsip untuk memandu Negara dalam masa transisi menuju pembangunan yang berkelanjutan.  Berdasarkan rekomendasi ini, Maurice F. Strong—sekretaris jenderal dari Rio Earth Summit 1992 (KTT PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan)—mengusulkan pada tahun 1990 bahwa KTT hendaknya merancang dan mengadopsi sebuah Piagam Bumi.    Konsultasi antar pemerintah tentang Piagam Bumi berlangsung selama masa persiapan menjelang Rio Earth Summit, namun tidak dicapai kesepakatan antar pemerintah tentang prinsip-prinsip Piagam Bumi. Deklarasi Rio, yang dicanangkan pada KTT tersebut, mengandung seperangkat prinsip yang berharga, namun deklarasi ini gagal dalam menciptakan visi etika yang inklusif (inclusive ethical vision) yang diharapkan oleh banyak orang tercantum di dalam Piagam Bumi. 
            Karena itu pada tahun 1994, Maurice Strong sebagai ketua Dewan Bumi (Earth Council) bergabung dengan Mikhail Gorbachev dalam kapasitasnya sebagai presiden dari Green Cross International untuk meluncurkan sebuah Prakarsa Piagam Bumi yang baru.  Jim McNeill, sekretaris jenderal WCED, bersama Queen Beatrix dan Perdana Menteri Kerajaan Belanda Ruud Lubbers, telah mempertemukan Strong dan Gorbachev.  Bantuan awal diberikan oleh Pemerintah Belanda berupa bantuan keuangan pertama.   Rencananya adalah melaksanakan proyek ini sebagai Prakarsa masyarakat madani (civil society initiative) dan merancang sebuah piagam yang mengartikulasikan konsensus yang disuarakan oleh masyarakat madani global yang mulai bangkit; konsensus tentang nilai dan prinsip untuk masa depan yang berkelanjutan.  
Duta Besar Aljazair Mohamed Sahnoun merupakan direktur eksekutif pertama untuk proyek Piagam Bumi pada 1995. Pada saat kepemimpinannya, berlangsung proses konsultasi tingkat internasional yang baru serta riset dalam bidang etika lingkungan, pembangunan berkelanjutan, dan hukum internasional.  Sebuah sekretariat Piagam Bumi dibangun di Dewan Bumi di Costa Rica di bawah manajemen direktur eksekutif Dewan Bumi, Maximo Kalaw dari Filipina. Pada tahun 1996, Mirian Vilela dari Brazil menjadi koordinator kegiatan Piagam Bumi di Dewan Bumi.  Menuju akhir 1996, sebuah Komisi Piagam Bumi (Earth Charter Commission) dibentuk untuk mengawasi proses perancangan.  Komisi ini diketuai bersama baik oleh Strong dan Gorbachev, yang merupakan kelompok yang beragam terdiri dari dua puluh tiga tokoh-tokoh terkemuka dari semua daerah kunci di dunia.  Komisi ini mengundang Steven C. Rockefeller, seorang profesor bidang keagamaan dan etika dari Amerika Serikat, untuk mengetuai dan membentuk komite perancangan internasional.  Proses perancangan yang dimulai Januari 1997 ini memerlukan waktu tiga tahun.
Ratusan organisasi dan ribuan individu berpartisipasi dalam penciptaan Piagam Bumi. Empat puluh lima komite nasional Piagam Bumi dibentuk. Dialog-dialog Piagam Bumi dilakukan di seluruh dunia dan secara on-line lewat Internet. Konferensi regional skala besar diselenggarakan di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Amerika Utara, dan Eropa. Ide-ide dan nilai-nilai dalam Piagam Bumi mencerminkan pengaruh dari aneka ragam sumber-sumber intelektual dan gerakan sosial. Ini termasuk kearifan agama-agama dunia, tradisi filosofis dan pandangan dunia ilmiah baru yang dibentuk oleh antara lain disiplin kosmologi dan ekologi. Piagam Bumi harus dilihat sebagai produk gerakan etika global yang mengilhami Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan memperoleh dukungan luas pada tahun 1990-an. Komite penyusunan bekerja sama dengan World Conservation Union (IUCN) Commission on Environmental Law dan secara hati-hati meneliti semua deklarasi dan hukum internasional yang relevan, serta meninjau lebih dari 200 perjanjian dan deklarasi masyarakat sipil dan perjanjian masyarakat. Piagam Bumi didasari oleh dan memperkembangkan hukum international tentang lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Hal ini mencerminkan keprihatinan dan aspirasi yang diungkapkan pada tujuh KTT PBB yang diadakan selama tahun 1990-an tentang lingkungan, hak asasi manusia, kependudukan, anak-anak, perempuan, pembangunan sosial, dan kota. Piagam Bumi juga mengakui pentingnya penyebaran demokrasi yang bersifat partisipatif dan deliberatif bagi pembangunan manusia dan perlindungan lingkungan.
Teks akhir dari Piagam Bumi, yang disetujui pada pertemuan Komisi Piagam Bumi di kantor pusat UNESCO di Paris pada bulan Maret 2000, berisi Preambul, 16 (enam belas) Prinsip-prinsip Utama,  61 (enam puluh satu) Prinsip Pendukung, dan suatu Kesimpulan yang berjudul "The Way Forward.” Preambul itu menegaskan bahwa kita adalah satu keluarga umat manusia dan satu komunitas Bumi dengan nasib yang sama, dan Piagam Bumi mendorong semua orang untuk menyadari adanya tanggung jawab bersama, masing-masing menurut situasi dan kapasitasnya, untuk kesejahteraan seluruh keluarga umat manusia, untuk masyarakat kehidupan yang lebih luas, dan generasi mendatang. Dengan menyadari ketersaling-berhubungan antara masalah-masalah lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya umat manusia, Piagam Bumi mempersembahkan kerangka etika yang inklusif dan terintegrasi. Judul dari empat bagian di mana prinsip-prinsip dibagi menunjukkan esensi dari visi:
(I)   Menghargai dan Peduli terhadap Masyarakat Kehidupan;
(II)  Berintegritas Ekologi;
(III) Berkeadilan Sosial dan Ekonomi; dan
(IV) Berdasarkan Demokrasi, Non-Kekerasan, dan Perdamaian.
Piagam Bumi mengidentifikasi sejumlah sikap dan nilai-nilai spiritual yang diusung secara meluas oleh umat yang dapat memperkuat komitmen terhadap prinsip-prinsip etika, dan dokumen itupun dipertajam dengan visi perdamaian dan perayaan sukacita akan kehidupan.
B. Prakarsa Piagam Bumi, 2000 – 2005
Tahap kedua Prakarsa Piagam Bumi dimulai dengan peluncuran resmi Piagam Bumi di Peace Palace, Den Haag, Belanda pada bulan Juni 2000. Setelah acara ini Komisi Piagam Bumi menyerahkan tanggung jawab untuk pengawasan Prakarsa Piagam Bumi dan penggalangan dana kepada Panitia Pengarah yang baru dibentuk, yang mencakup antara lain beberapa anggota Komisi Piagam Bumi. Sedangkan Komisi tetap mempertahankan otoritas atas teks Piagam Bumi, dan anggotanya tetap memberikan nasihat dan dukungan terhadap Prakarsanya secara individual.
Pada tahun 2000, Mirian Vilela ditunjuk sebagai direktur dari Sekretariat Piagam Bumi di University for Peace. Selama lima tahun lamanya Piagam Bumi diterjemahkan ke dalam empat puluh bahasa dan didukung oleh lebih dari dua ribu lima ratus organisasi yang mewakili kepentingan ratusan juta orang. Di antara organisasi yang telah mendukung Piagam Bumi adalah UNESCO, World Conservation Union (IUCN), International Council of Local Environmental Initiatives (ICLEI/ Dewan Internasional Prakarsa Lingkungan Lokal), dan Konferensi Walikota AS. Piagam Bumi memberikan ikhtisar yang sangat baik tentang unsur-unsur penting pembangunan berkelanjutan dan perdamaian dunia, dan dalam waktu singkat banyak digunakan sebagai sumber pengajaran di sekolah-sekolah, kolese, universitas, dan program pendidikan non-formal.
Sebuah upaya besar telah dibuat untuk menjamin pengakuan formal Piagam Bumi pada World Summit on Sustainable Development (KTT) di Johannesburg pada tahun 2002. Selama KTT sejumlah pemimpin dunia dan kepala negara dan banyak LSM menghadiri KTT mengeluarkan pernyataan publik untuk mendukung Piagam Bumi. Versi terakhir dari Deklarasi Johannesburg tidak termasuk referensi yang eksplisit tentang Piagam Bumi. Namun, Deklarasi ini menegaskan tema sentral Piagam Bumi ketika, meminjam bahasa dari Piagam itu, Deklarasi ini menyatakan bahwa "kita menyatakan tanggung jawab kita terhadap satu sama lain, terhadap masyarakat kehidupan yang lebih besar, dan terhadap anak-anak kita." Upaya untuk mencari pengakuan formal Piagam Bumi oleh Majelis Umum PBB berlangsung terus-menerus.
Pada tahun 2005, Piagam Bumi telah diakui secara luas sebagai pernyataan konsensus global tentang makna kelestarian, tantangan dan visi pembangunan berkelanjutan, serta prinsip-prinsip yang harus dicapai oleh pembangunan berkelanjutan. Piagam Bumi digunakan sebagai dasar untuk perundingan perdamaian, sebagai dokumen acuan dalam pengembangan standar global dan kode etik, sebagai sumber daya untuk tata pemerintahan dan proses legislatif, sebagai alat pengembangan masyarakat, dan sebagai kerangka untuk program pendidikan pembangunan berkelanjutan. Piagam ini juga berpengaruh penting pada Rencana Pelaksanaan untuk UN Decade of Education for Sustainable Development, dan Earth Charter International (ECI) menjadi mitra UNESCO dalam mempromosikan Dekade tersebut.
  Pada tahun 2005 Panitia Pengarah melakukan tinjauan strategis atas kemajuan serta kekuatan dan kelemahan dari Prakarsa Piagam Bumi, melibatkan baik penilaian internal dan eksternal. Tinjauan/penilaian eksternal dilakukan oleh Alan Atkisson, konsultan internasional di bidang pembangunan berkelanjutan. Proses evaluasi menyimpulkan bahwa banyak yang telah dicapai sepanjang tahun 2000 sampai 2005 dan bahwa Prakarsa Piagam Bumi telah sangat menjanjikan dan harus dilanjutkan, tapi kesuksesan di masa mendatang bergantung pada reorganisasi dari struktur manajemen dan perencanaan strategis jangka panjang. Proses tinjauan strategis memuncak dengan diadakannya konferensi besar Piagam Bumi di Belanda yang diselenggarakan oleh Dutch National Committee on International Cooperation and Sustainable Development (NCDO/Komite Nasional Belanda dalam Kerjasama Internasional dan Pembangunan Berkelanjutan) yang telah mengumpulkan lebih dari 400 pemimpin dan aktivis Piagam Bumi. Pada konferensi ini diumumkan keputusan Komite Pengarah untuk menunjuk Alan AtKisson sebagai direktur eksekutif baru dari Sekretariat Piagam Bumi.
            Selama konferensi Belanda, KIT Publishers di Amsterdam merilis sebuah buku yang disunting oleh Peter Blaze Corcoran, Mirian Vilela dan Alide Roerink berjudul “The Earth Charter In Action: Toward A Sustainable World “ atau Aksi Piagam Bumi : Menuju Dunia yang Berkelanjutan. Publikasi ini berisi 60 (enam puluh) esai oleh para pemimpin dan pendukung Piagam Bumi dari seluruh dunia dan memberikan gambaran yang berharga tentang pentingnya Piagam Bumi dan kegiatan Piagam Bumi.
  C. Prakarsa Piagam Bumi, 2006-sekarang
Pada tahun 2006 Sekretariat Piagam Bumi direorganisasi menjadi Piagam Bumi Internasional atau Earth Charter International (ECI). Dewan ECI yang baru  dengan 23 anggota dibentuk untuk menggantikan Komite Pengarah dan untuk mengawasi program inti dan karyawan di ECI. Steven Rockefeller, Razeena Wagiet dari Afrika  Selatan and Erna Witoelar dari  Indonesia  terpilih sebagai pimpinan Dewan ECI yang baru.  Earth Charter Center for Communications and Strategic Planning telah dibuka di Stockholm Swedia. Sekretariat Piagam Bumi yang lama di University for Peace telah diubah menjadi Earth Charter Center for Education for Sustainable Development (Pusat Piagam Bumi untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan). Dewan ECI mengadopsi visi dan misi yang baru, dan mulai membangun strategi dan kebijakan baru untuk fase ke-tiga.
 Pemerintah berbagai Negara mulai memperkuat dan menunjukkan komitmen formal terhadap Piagam Bumi. Kementerian Lingkungan Hidup Brazil menandatangani komitmen formal dengan Sekreatriat ECI dan  Center for the Defense of Human Rights of Petrópolis (Pusat Pertahanan untuk Hak Azazi Manusia Petrolis) yang dididrikan oleh Leonardo Boff dan Marcia Miranda, untuk mempromosikan Piagam Bumi kepada semua sektor di Brazil. Pada Perayaan Kepresidenan untuk Hario Bumi 2007, Kementerian Edukasi dan Lingkungan  Mexico membuat komitmen untuk menggunakan Piagam Bumi sebagai instrument pendidikan di sistem sekolah Mexico. Pemerintah Negara Bagian  dan kota-kota lain menginisiasi atau memperkuat komitmen publik secara formal untuk mengadopsi, menggunakan dan mengimplementasikan Piagam Bumi, termasuk diantaranya Negara Bagian Queensland di Australia, Republik Tatarstan di Federasi Rusia, kota Calgary (Canada), Munich (Jerman), New Dehli (India), Oslo (Norwegia), and Sao Paulo (Brazil).  
 Selama tahun 2006 dan 2007  dukungan untuk Piagam Bumi mencapai 4600 organisasi, serta pengunjung website Piagam Bumi meningkat tajam, hingga mendekati 100,000 per bulan. Berbagai program baru diluncurkan terutama untuk program Kelompok Agama dan kelompok Dunia Usaha. Prakarsa Pemuda Piagam Bumi terus mengembangkan kelopmpok-kelompok yang saat ini sudah beroperasi di 23 (dua puluh tiga) Negara dan jumlah afiliasi Piagam Bumi tumbuh menjadi  97 (sembilan puluh tujuh) di 58 (lima puluh delapan) Negara. Piagam Bumi telah mengambil  bagian penting dalam kebijakan yang mana dimensi global dari masalah seperti perubahan iklim mengedepankan interdependensi kita dan kebutuhan untuk melakukan aksi kolektif. ECI telah diminta untuk berpatisipasi dalam Konferensi Intenasional Kerjasama  Antar Budaya dan Antar Agama untuk Kedamaian , diorganisir oleh Presiden UN General Assembly
Sebagai hasil dari pertemuan lokakarya 3 hari yang membahas tentang Rencana Strategis Jangka Panjang yang dipimpin oleh Oscar Motomura di Amana Key di Sao Paulo, Barazil pada tahun 2007 yang lalu, Dewan ECI meluncurkan strategi baru “Pemberdayaan Terdesentralisasi untuk Peningkatan” yang dirancang untuk meningkatkan secara drastis partisipasi aktif dari Prakarsa Piagam Bumi tanpa memerlukan pengembangangan administrasi sentral. “Panduan Aksi” yang baru diterbitkan untuk menyiapkan mekanisme koordinasi dan kerangka bagi aktivitas desentralisasi untuk mempromosikan Piagam Bumi dan mengimplementasikan visi-visinya.
 Setelah dua tahun mengelola transisi ke fase ketiga Prakarsa Piagam Bumi, Alan AtKisson mundur sebagai direktur eksekutif ECI pada akhir 2007 agar dapat meluangkan lebih banyak waktu untuk bisnis konsultannya dan proyek-proyek terkait lainnya. Dia melanjutkan hubungannya dengan ECI sebagai penasihat. Mirian Vilela ditunjuk sebagai direktur eksekutif baru ECI, dan kantor pusat dari Sekretariat ECI kembali berbasis di University for Peace di Costa Rica, bersama-sama dengan Earth Charter Center for Education for Sustainable Development. Pada tahun 2007 Erna Witoelar mundur sebagai wakil ketua dan Brendan Mackey terpilih menjadi wakil ketua baru.
Melihat ke masa depan, Piagam Bumi terus tumbuh pada reputasi internasional sebagai sumber inspirasi bagi tindakan, kerangka pendidikan, dan sebagai international soft-low document, serta sebagai dokumen acuan bagi pengembangan kebijakan, peraturan perundangan, dan standar dan perjanjian internasional. Dukungan terhadap Piagam Bumi telah menjadi sebuah proses yang menekankan keterlibatan dengan dokumen secara praktek, termasuk penggunaan Piagam sebagai kerangka kerja untuk penilaian (assessment framework). Desentralisasi pemberdayaan melicinkan jalan bagi perluasan yang segera dalam kegiatan Piagam Bumi di seluruh dunia. Sesuai dengan pendekatan ini, Dewan ECI pada pertemuan Mei 2008 mengadopsi sebuah rencana strategis jangka panjang yang melibatkan penciptaan enam gugus tugas yang akan memulai aktifitas baru dalam mendukung Piagam Bumi dalam bidang Bisnis, Pendidikan, Media, Agama, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pemuda.
2.5       Etika Bumi dalam Agama Islam
            Dalam Agama Islam perintah untuk menjaga kelestarian lingkungan terdapat dalam Surat Ar-Rum ayat 41-42 yang artinya :
41. “ Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
42.  Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Isi kandungan surah Ar-Rum ayat 41-42  Pengertian menjaga kelestarian lingkungan hidup. Realitas alam ini tidak diciptakan dengan ketidaksengajaan (kebetulan atau main-main) sebagaimana pandangan beberapa saintis barat, tetapi dengan rencana yang benar al-Haq (Q.S. Al-An'am: 73; Shaad: 27; Al-Dukhaan: 38-39). Oleh karena itu, menurut perspektif Islam, alam mempunyai eksistensi riil, objektif, serta bekerja sesuai dengan hukum yang berlaku tetap (qodar). Pandangan Islam tidak sebagaimana pandangan aliran idealis yang menyatakan bahwa alam adalah semu dan maya.
Pandangan Islam tentang alam (lingkungan hidup) bersifat menyatu (holistik) dan saling berhubungan yang komponennya adalah Sang Pencipta alam dan makhluk hidup (termasuk manusia). Dalam Islam, manusia sebagai makhluk dan hamba Tuhan, sekaligus sebagai wakil (khalifah) Tuhan di muka bumi (Q.S. Al-An'am: 165). Manusia mempunyai tugas untuk mengabdi, menghamba (beribadah) kepada Sang Pencipta (Al-Kholik). Tauhid merupakan sumber nilai sekaligus etika yang pertama dan utama dalam teologi pengelolaan lingkungan.
Asas keseimbangan dan kesatuan ekosistem hingga saat ini masih banyak digunakan oleh para ilmuwan dan praktisi lingkungan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan. Asas tersebut juga telah digunakan sebagai landasan moral untuk semua aktivitas manusia yang berkaitan dengan lingkungannya. Akan tetapi, asas keseimbangan dan kesatuan tersebut masih terbatas pada dimensi fisik dan duniawiah dan belum atau tidak dikaitkan dengan dimensi supranatural dan spiritual terutama dengan konsep (teologi) penciptaan alam. Jadi, terdapat keterputusan hubungan antara alam sebagai suatu realitas dan realitas yang lain yakni yang menciptakan alam. Dengan kata lain, nilai spiritualitas dari asas tersebut tidak terlihat.
Islam merupakan agama (jalan hidup) yang sangat memerhatikan tentang lingkungan dan keberlanjutan kehidupan di dunia. Banyak ayat Alquran dan hadis yang menjelaskan, menganjurkan bahkan mewajibkan setiap manusia untuk menjaga kelangsungan kehidupannya dan kehidupan makhluk lain dibumi. Konsep yang berkaitan dengan penyelamatan dan konservasi lingkungan (alam) menyatu tak terpisahkan dengan konsep keesaan Tuhan (tauhid), syariah, dan akhlak.
Setiap tindakan atau perilaku manusia yang berhubungan dengan orang lain atau makhluk lain atau lingkungan hidupnya harus dilandasi keyakinan tentang keesaan dan kekuasaan Allah SWT. yang mutlak. Manusia juga harus bertanggung jawab kepada-Nya untuk semua tindakan yang dilakukannya. Hal ini juga menyiratkan bahwa pengesaan Tuhan merupakan satu-satunya sumber nilai dalam etika. Bagi seorang Muslim, tauhid seharusnya masuk ke seluruh aspek kehidupan dan perilakunya. Dengan kata lain, tauhid merupakan sumber etika pribadi dan kelompok, etika sosial, ekonomi dan politik, termasuk etika dalam mengembangkan sains dan teknologi.
Di dalam ajaran Islam, dikenal juga dengan konsep yang berkaitan dengan penciptaan manusia dan alam semesta yakni konsep Khilafah dan Amanah. Konsep khilafah menyatakan bahwa manusia telah dipilih oleh Allah di muka bumi ini (khalifatullah fil'ardh). Sebagai wakil Allah, manusia wajib untuk bisa merepresentasikan dirinya sesuai dengan sifat-sifat Allah. Salah satu sifat Allah tentang alam adalah sebagai pemelihara atau penjaga alam (rabbul'alamin). Jadi sebagai wakil (khalifah) Allah di muka bumi, manusia harus aktif dan bertanggung jawab untuk menjaga bumi. Artinya, menjaga keberlangsungan fungsi bumi sebagai tempat kehidupan makhluk Allah termasuk manusia sekaligus menjaga keberlanjutan kehidupannya.

Manusia mempunyai hak atau diperbolehkan untuk memanfaatkan apa-apa yang ada di muka bumi (sumber daya alam) yang tidak melampaui batas atau berlebihan (Al-An'am: 141-142).
Manusia baik secara individu maupun kelompok tidak mempunyai hak mutlak untuk menguasai sumber daya alam yang bersangkutan istilah "penaklukan" atau "penguasaan" alam seperti yang dipelopori oleh pandangan barat yang sekuler dan materialistik tidak dikenal dalam Islam. Islam menegaskan bahwa yang berhak menguasai dan mengatur alam adalah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur yakni Rabbul Alamin. Hak penguasaannya tetap ada pada Tuhan Pencipta. Manusia wajib menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh Allah tersebut. Dalam konteks ini, alam terutama bumi tempat tinggal manusia merupakan arena uji bagi manusia. Agar manusia bisa berhasil dalam ujiannya, ia harus bisa membaca "tanda-tanda" atau" ayat-ayat" alam yang ditujukan oleh Sang Maha Pengatur Alam. Salah satu agar manusia mampu membaca ayat-ayat Tuhan, manusia harus mempunyai pengetahuan dan ilmu.
Lingkungan alam ini oleh Islam dikontrol oleh dua konsep (instrumen) yakni halal dan haram. Halal bermakna segala sesuatu yang baik, menguntungkan, menenteramkan hati, atau yang berakibat baik bagi seseorang, masyarakat maupun lingkungan. Sebaliknya segala sesuatu yang jelek, membahayakan atau merusak seseorang, masyarakat dan lingkungan adalah haram. Jika konsep tauhid, khilafah, amanah, halal, dan haram ini kemudian digabungkan dengan konsep keadilan, keseimbangan, keselarasan, dan kemaslahatan maka terbangunlah suatu kerangka yang lengkap dan komprehensif tentang etika lingkungan dalam perspektif Islam.
Konsep etika lingkungan tersebut mengandung makna, penghargaan yang sangat tinggi terhadap alam, penghormatan terhadap saling keterkaitan setiap komponen dan aspek kehidupan, pengakuan terhadap kesatuan penciptaan dan persaudaraan semua makhluk serta menunjukkan bahwa etika (akhlak) harus menjadi landasan setiap perilaku dan penalaran manusia. Kelima pilar etika lingkungan tersebut sebenarnya juga merupakan pilar syariah Islam. Syariah yang bermakna lain as-sirath adalah sebuah "jalan" yang merupakan konsekuensi dari persaksian (syahadah) tentang keesaan Tuhan.
2.6       Etika Bumi dalam Agama Kristen
            Alkitab menggambarkan kesatuan manusia dengan alam dalam cerita tentang penciptaan manusia: "Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah" (Kej. 2:7), seperti Ia juga "membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara" (Kej. 2:19). Dalam bahasa Ibrani, manusia disebut "adam". Nama itu memunyai akar yang sama dengan kata untuk tanah, "adamah", yang berarti warna merah kecokelatan yang mengungkapkan warna kulit manusia dan warna tanah. Dalam bahasa Latin, manusia disebut "homo", yang juga memunyai makna yang berkaitan dengan "humus", yaitu tanah. Dalam artian itu, tanah yang biasa diartikan dengan bumi, memunyai hubungan lipat tiga yang kait-mengait dengan manusia: manusia diciptakan dari tanah (Kej. 2:7; 3:19, 23), ia harus hidup dari menggarap tanah (Kej. 3:23), dan ia pasti akan kembali kepada tanah (Kej. 3:19; Maz. 90:3). Di sini nyata bahwa manusia dan alam (lingkungan hidup) hidup saling bergantung -- sesuai dengan hukum ekosistem. Karena itu, kalau manusia merusak alam, maka secara otomatis berarti ia juga merusak dirinya sendiri.
Walaupun manusia dengan alam saling bergantung, Alkitab juga mencatat dengan jelas adanya perbedaan manusia dengan unsur-unsur alam yang lain. Hanya manusia yang diciptakan segambar dengan Allah dan yang diberikan kuasa untuk menguasai dan menaklukkan bumi dengan seluruh ciptaan yang lain (Kej. 2:26-28), dan untuk mengelola dan memelihara lingkungan hidupnya (Kej. 2:15). Jadi, manusia memunyai kuasa yang lebih besar daripada makhluk yang lain. Ia dinobatkan menjadi "raja" di bumi yang dimahkotai kemuliaan dan hormat (Maz. 8:6). Ia menjadi wakil Allah yang memerintah atas nama Allah terhadap makhluk-makhluk yang lain. Ia hidup di dunia sebagai duta Allah. Ia adalah citra, maka ia ditunjuk menjadi mitra Allah. Karena ia menjadi wakil dan mitra Allah, maka kekuasaan manusia adalah kekuasaan perwakilan dan perwalian. Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang terbatas dan yang harus dipertanggungjawabkan kepada pemberi kuasa, yaitu Allah. Itu sebabnya manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap alam. Ia tidak boleh menjadi "raja lalim". Kekuasaan manusia adalah kekuasaan "care-taker". Maka sebaiknya manusia memberlakukan secara seimbang, artinya pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber alam diimbangi dengan usaha pemeliharaan atau pelestarian alam.
2.7       Etika Bumi dalam Agama Hindu
            Secara niskala yang dipelajari lewat agama Hindu, ada konsep Tri Hita Karana, yang salah satu mengkaji masalah lingkungan. Hal inilah yang melandasi kehidupan manusia dalam upaya meningkatkan kepedulian terhadap keberadaan lingkungan. Dalam (Athavaveda, 12.1.1) : “Bumi merupakan tempat yang bebas dari gangguan, tinggi rendah dan mendatar, semuanya untuk umat manusia. Bumi memiliki kekuatan dan sumber obat-obatan, demikian Ibu Pertiwi memperluas diri dan menyejahterakan manusia.”
2.8       Etika Bumi dalam Agama Budha
             Pandangan Buddhis mengenai lingkungan tercermin dari ayat suci ini: "bagai seekor lebah yang tidak merusak kuntum bunga, baik warna maupun baunya, pergi setelah memperoleh madu, begitulah hendaknya orang bijaksana mengembara dari desa ke desa" (Dhp. 49). Dalam ekosistem, lebah tidak hanya mengambil keuntungan dari bunga, tetapi juga sekaligus membayarnya dengan membantu penyerbukan. Perilaku lebah memberi inspirasi, bagaimana seharusnya menggunakan sumber daya alam yang terbatas.
Membedakan sesuatu yang hidup dari benda mati, tetapi menurut prinsip saling bergantungan pada kehidupan mengandung unsur-unsur yang tidak hidup. Apabila meneliti ke dalam diri sendiri, akan melihat bahwa manusia memerlukan dan memiliki mineral atau unsur anorganik lainnya. Ujar Thich Nhat Hanh jangan berpikir benda-benda ini tidak hidup. Atom selalu bergerak, elektron pun bergerak. Manusia adalah bagian integral dari keseluruhan masyarakat dan alam semesta. Muncul dari alam, dipelihara oleh alam, dan kembali ke alam. Thich mengatakan dalam kehidupan lampau adalah tumbuh-tumbuhan, dan bahkan dalam kehidupan ini terus menjadi pohon-pohon. Tanpa pohon-pohon, tidak dapat punya orang, oleh karena itu, pohon-pohon dan orang-orang berada dalam tali-temali. Manusia bagaikan pohon dan udara, belukar dan awan. Bila pepohonan tidak dapat hidup, manusia tidak dapat hidup pula. Ada kontinuitas dari dunia dalam dan dunia luar, dan dunia adalah "diri-luas" (large-self). Manusia harus menjadi "diri-luas" tersebut dan peduli terhadapnya. Memandang sehelai kertas, melihat hal-hal lain pula, awan, hutan, penebang kayu. Saya ada, maka itu Anda ada. Anda ada, maka itu saya ada. Manusia saling tali-temali, itulah tatanan antar makhluk.
 Agganna-sutta meriwayatkan hubungan timbal-balik antara perilaku manusia dan evolusi perkembangan tumbuh-tumbuhan. Jenis padi (sali) yang pertama dikenal berupa butiran yang bersih tanpa sekam. Padi dipetik pada sore hari, berbuah kembali keesokan harinya. Dipetik pagi-pagi, berbutir masak kembali di sore hari. Semula manu­sia mengumpulkan padi secukupnya untuk sekali makan. Kemudian timbul dalam pikiran manusia, bukankah lebih baik mengumpulkan padi yang cukup untuk makan siang dan makan malam sekaligus? Pikiran berikutnya yang timbul mudah diterka - lebih baik lagi kalau dikumpulkan untuk dua hari, empat hari, delapan hari, dan seterusnya. Sejak itu manusia mulai menimbun padi. Padi yang telah dituai tidak tumbuh kembali. Maka, akibat keserakahannya, manusia harus menanam dan menunggu cukup lama hingga padi yang ditanamnya berbuah. Batang-batang padi mulai tumbuh berumpun. Lalu butir-hutir padi pun berkulit sekam (D. III. 88-90).
Sikap yang terpusat pada diri manusia dan anggapan bahwa dunia ini disediakan untuknya saja tidak membuat hidup manusia menjadi lebih baik. Individualisme dan kapitalisme ataupun lawannya sosialisme dan komunisme membayar kemajuan duniawi dengan permasalahan lingkungan. Lingkungan hidup menjadi tidak terpelihara rusak dan justru mengancam kehidupan manusia sendiri. Hal itu terjadi karena kehidupan non-materi atau kemajuan rohani tidak memperoleh tempat yang wajar. Falsafah hidup Buddhis menghendaki keseimbangan antara pemenuhan kepentingan materi dan spiritual. Keseimbangan hidup semacam itu, menurut Cakkavatti-sihanada-sutta, sekalipun kepadatan penduduk bertambah karena tingkat kematian menurun atau harapan hidup manusia meningkat, manusia masih dapat cukup makan (D.Ill.75).
Buddha mendekati lingkungan alam dan hubungan manusia yang alami dilukiskan dalam kitab suci berguna untuk menciptakan suatu atmosfir menyenangkan dalam kehidupan di atas bumi, Buddhisme menunjukkan cara pemecahan masalah krisis lingkungan. Sehubungan dengan pengamatan ekologis Buddhis memperkuat sikap ramah kepada alam dan meneliti hubungan tumbuh-tumbuhan, orang, dan binatang satu sama lain dari sudut persahabatan dan keselarasan.

BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari isi makalah ini adalah :
1.      Etika merupakan asas dan nilai moral yang menjadi pegangan seseorang untuk bertingkah laku.
2.      Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
a.       Dengan etika seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia
b.      Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya.
c.       Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita hadapi sekarang.
d.      Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi manusia dalam menjalankan aktivitasnya.
e.       Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
3.      Etika bumi yang dibahas di sini umumnya mencakup tentang etika lingkungan.
4.      Keadaan bumi saat ini semakin memprihatinkan yang kebanyakn disebabkan ulah manusia sendiri, sehingga menimpulkan dampak buruk seperti bencana alam yang sering datang, efek rumah kaca dan pemanasan global.
5.      Setiap agama di Indonesia juga memiliki ajaran yang mengatur tentang etika bumi.




3.2       Saran
            Adapun saran yang dapat diberikan penulis adalah :
1.      Manusia makhluk yang paling sempurna yang selayaknya memiliki etika yang menunjukkan martabatnay sebagai makhluk Tuhan maupu makhluk sosial.
2.      Hal utama yang hars dilakukan manusia adalah mendekatkan diri pada Allah swt agar memiliki keimanan dan ketaqwaan sehingga terhindar dari perbuatan nista yang dapat merusak lingkungan.
3.      Semua pihak harus bekerja sama untuk tetap bisa terjaga kelestarian lingkungan.



1 komentar:

  1. Trima Kasih saya ucapkan kepada saudari Swasti dapat membantu memudahkan mencari dan menambah khasah pengetahuan tentang etika terutama etika tentang bumi.
    seandainya menampilkan kepustakaan akan lebih baik

    BalasHapus